Sabtu, 03 Januari 2009

HARUSKAH KU MENERIMA 1

. Sabtu, 03 Januari 2009

BAGIAN 1


Ngeri juga ketika ku harus menikah dengan orang yang belum kucintai,ku ga pernah membayangkan sebelumnya bagaimana kuharus memulai sapaan dengan orang yang sama sekali belum ada dihatiku.bagaimana ku kagetnya bangun tidur ketika kudapati sesosok lelaki asing,menyiapkan sarapan untuknya,menemani hari-harinya menyiapkan diri untuk melayaninya hingga kuharus berkorban nyawa demi melahirkan anaknya.bener benar tak pernah membayangkan sebelumnya.hiyyyy ogah ah!
Aku ingin memilih sendiri suamiku.
Pagi itu seperti biasa hanya ada aku dan kesibukan,kesibukan lumrahnya anak gadis paling tua di rumah,adekku yang baru berumur 9 tahun masih belum bisa diandalkan untuk mengerjakan tugas rumah.hanya sebatas bisa menyiram bunga di depan rumah yang mulai mengering karena pergantian musim. Suatu hari aku pernah membayangkan punya rumah bagus dengan halaman yang luas,sehingga ku bisa memasang kran air untuk menyiram bunga-bungaku.sehingga aku atau adikku tidak harus bolak balik membawa air dari kamar mandi dengan ember. Pantas saja adikku selalu mengeluh.karena memang cukup melelahkan……”neng,borang bersih2 kok sambil bengong,suamimu dipatok ayam lho!”suara ibuku mengagetkanku. Aku hanya berfikir ulang atas statement ibuku yang aneh tadi, sebenernya yang dipatok itu rejeki apa suami c???tapi suami juga rejeki?apa beda lagi?bingung…..
“iya bu,lagi enak ngelamun nih bu”
“eh…cek kolot baheula oge pamali budak awewe ngalamun mah”
Duh, susah banget menerapkan statement orang dulu yang selalu menggunakan pamali dan pamali dengan fikiranku yang selalu rasionalis. Bagiku hidup butuh alasan. Begitupun dengan segala sesuatu yang diperintah atau dilarang, pasti ada alasannya. Tapi kenyakan setiap orang tua ketika ditanya kenapa pamali?selalu bilang ya kalau pamali ya pamali
“Bener2 jawaban yang tidak mendidik”
Dimana kita di ajarkan untuk selau menerima segala sesuatu apa adanya, benar kata dunia. Orang Indonesia terlalu nerima dengan keadaan. Sudah tau beras susah, BBM mahal, Phk dimana-mana, Kriminal merajalella, masih saja pura-pura buta dan tuli dengan itu semua. Seperti tak terjadi apa-apa, yang ada hanya menunggu dan menunggu kebijakan dan bantuan dari atasan. Padahal atasan pun belum tentu bisa merubah keadaan ini.
“Ti, temenmu yang anak nya pak Komara itu udah nikah lho, itu angkatanmu kan?!”Ibuku mulai memancing.
“Iya bu” aku pura2 cuek dengan pertanyaan itu. Bukan sebuah pertanyaan sebenernya. Tapi lebih tepat ke sebuah sindiran, yup, sindiran dengan isyarat “kapan kamu nyusul?”
Aku mencoba mempercepat nyapuku yang sudah mulai mencapai pintu keluar, aku sudah bosan dengan pembicaraan yang ini terus, seakan-akan mendesakku untuk cepet-cepet mencari jodoh.lebih baik aku menghindarinya sebelum….

Bersambung ...

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 
Fidokaan is proudly powered by Blogger.com | Template by Kang Fidokan